BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kehidupan
manusia di dunia merupakan anugerah dari Allah swt dengan segala pemberiannya,
manusia dapat mengecap segala kenikmatan yang bisa dirasakan oleh dirinya
tetapi dengan anugerah tersebut kadangkala manusia lupa akan Dzat Allah swt
yang telah memberikannya. Oleh karena itu, manusia harus mendapatkan suatu
bimbingan sehingga di dalam kehidupannya dapat berbuat sesuai bimbingan Allah
swt atau memanfaatkan anugerah Allah swt. Hidup yang dibimbing oleh syari’ah
akan melahirkan kesadaran untuk berperilaku yang sesuai dengan tuntuan Allah
swt dan Rasul Nya.
Sebagai
rasa syukur terhadap Allah swt, hendaknya kita sadar diri untuk beribadah
kepada sang Pencipta Langit dan Bumi beserta isinya sesuai syari’at Nya. Dalam
ibadah, kita harus memperhatikan jenis-jenis ibadah yang kita lakukan. Apakah
ibadah tersebut termasuk dalam ibadah wajib, sunnah, mubah, dan makruh.
Oleh
karena itu, di dalam makalah ini akan di bahas mengenai pengertian dan kedudukan ibadah
dalam Islam.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian
ibadah dan hakikat ibadah?
2. Apa saja
Jenis-jenis Ibadah?
3. Apa Hikmah dan
Tujuan Ibadah?
C.
Tujuan Makalah
1. Agar mahasiswa
dapat menjelaskan pengertian ibadah dan hakikat ibadah
2. Agar mahasiswa
dapat mengetahui jenis-jenis ibadah
3. Agar mahasiswa
dapat mengetahui hikmah dan tujuan ibadah
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Ibadah
Ibadah diambil dari bahasa
Arab yang artinya adalah menyembah. Konsep ibadah memiliki makna yang
luas yang meliputi seluruh aspek kehidupan baik sosial, politik maupun
budaya. Ibadah merupakan karakteristik utama dalam sebuah agama, karena
pusatnya ajaran agama terletak pada pengabdian seorang hamba pada Tuhannya.[1]
*
(#rßç6ôã$#ur ©!$# wur (#qä.Îô³è@ ¾ÏmÎ/ $\«øx© ( Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $YZ»|¡ômÎ) ÉÎ/ur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur Í$pgø:$#ur Ï 4n1öà)ø9$# Í$pgø:$#ur É=ãYàfø9$# É=Ïm$¢Á9$#ur É=/Zyfø9$$Î/ Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# $tBur ôMs3n=tB öNä3ãZ»yJ÷r& 3 ¨bÎ) ©!$# w =Ïtä `tB tb%2 Zw$tFøèC #·qãsù
Artinya: Sembahlah
Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat
baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang
miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, Ibnu
sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.(QS. Annisa : 36).[2]
Berbicara tentang ibadah berarti
membahas mengenai posisi diantara dua dimana yang satu
kedudukannya lebih tinggi dari yang lain seperti hubungan antara seorang
majikan dan budaknya. Seorang budak tidak memiliki kekuatan lain kecuali hanya
tunduk dan patuh pada perintah majikannya. Seorang budak tentu didasari oleh kesadarannnya
sebagai hamba yang lemah dan tak berdaya. Oleh karena itu kesadaran ibadah
bersifat fitrah, karena manusia menyadari akan kekurangan dan kelemahan
dirinya, sehingga ia membutuhkan kekuatan lain yang dapat memberikan
bantuan dan pertolongan. Begitulah seharusnya manusia, ia harus tunduk dan
patuh kepada sang Pencipta, yakni Allah SWT. Sebagaimana Firman Allah SWT dalam
surat Adzariyat ayat 56 :
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur wÎ) Èbrßç7÷èuÏ9
Artinya: Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.[3]
Ayat ini menjelaskan tentang
kecendrungan fitrah manusia untuk beribadah. Tidak mungkin ada mahluk
yàng keluar dari kecendrungannya sebagai hamba, namun kecendrungan ini jika
tidak diiringi oleh wahyu maka ketundukan manusia sebagai bentuk penghambaan
diri pada yang mutlak menjadi pembelengguan diri manusia,
sehingga manusia jatuh ke dalam derajat yang hina.
B. Pembagian
Ibadah
Ibadah dibagi menjadi dua, yaitu
ibadah mahdhoh dan ibadah ammah. Ibadah mahdhah
(murni), adalah suatu rangkaian aktivitas ibadah yang ditetapkan Allah Swt. Dan
bentuk aktivitas tersebut telah dicontohkan oleh Rasul-Nya, serta terlaksana
atau tidaknya sangat ditentukan oleh tingkat kesadaran teologis dari
masing-masing individu. Yang termasuk Ibadah mahdhoh misalnya: Shalat, puasa,
Zakat, dan haji.[4]
Selain ibadah mahdhah, maka ada
bentuk lain diluar ibadah mahdhah tersebut yaitu Ibadah Ghair
al-Mahdhah atau ibadah ammah, yakni sikap gerak-gerik,
tingkah laku dan perbuatan yang mempunyai tiga tanda yaitu: pertama, niat
yang ikhas sebagai titik tolak, kedua keridhoan Allah sebagai titik tujuan, dan
ketiga, amal shaleh sebagai garis amal. Ada pula yang memberikan definisi
ibadah ammah dengan semua perbuatan yang mendatangkan kebaikan
dan dilaksanakan dengan niat yang ikhlas karena Allah SWT, seperti minum,
makan, dan bekerja mencari nafkah.[5]
C. Ruang
Lingkup Ibadah
Islam amat istimewa hingga
menjadikan seluruh kegiatan manusia sebagai ibadah apabila diniatkan dengan
penuh ikhlas karena Allah demi mencapai keridhaan-Nya serta dikerjakan menurut
cara-cara yang disyariatkan olehNya. Islam tidak membatasi ruang lingkup ibadah
kepada sudut-sudut tertentu saja. Seluruh kehidupan manusia adalah medan amal
dan persediaan bekal bagi para mukmin sebelum mereka kembali bertemu Allah di
hari pembalasan nanti. Islam mempunyai keistimewaan dengan menjadikan seluruh
kegiatan manusia sebagai ibadah apabila ia diniatkan dengan penuh ikhlas karena
Allah demi untuk mencapai keridaan Nya serta dikerjakan menurut cara cara yang
disyariatkan oleh Nya. Islam tidak menganggap ibadah ibadah tertentu saja
sebagai amal saleh akan tetapi meliputi segala kegiatan yang mengandung
kebaikan yang diniatkan karena Allah SWT. Ruang lingkup ibadah di dalam Islam
sangat luas sekali. Mencakup setiap kegiatan kehidupan manusia. Setiap apa yang
dilakukan baik yang bersangkut dengan individu maupun dengan masyarakat adalah
ibadah menurut Islam ketika ia memenuhi syarat syarat tertentu.
Syarat syarat tersebut adalah :
a) Amalan yang dikerjakan itu hendaklah
diakui Islam, sesuai dengan hukum hukum syara' dan tidak bertentangan dengan
hukum hukum tersebut. Adapun amalan - amalan yang diingkari oleh Islam dan ada
hubungan dengan yang haram dan maksiyat, maka tidaklah bisa dijadikan amalan
ibadah.
b) Amalan tersebut dilakukan dengan
niat yang baik dengan tujuan untuk memelihara kehormatan diri, menyenangkan
keluarga nya, memberi manfaat kepada seluruh umat dan untuk kemakmuran bumi
seperti yang telah diperintahkan oleh Allah.
c) Amalan tersebut haruslah dikerjakan
dengan sebaik-baiknya.
d) Ketika membuat amalan tersebut
hendaklah sentiasa menurut hukum - hukum syara' dan ketentuan batasnya, tidak
menzalimi orang lain, tidak khianat, tidak menipu dan tidak menindas atau
merampas hak orang.
e) Tidak melalaikan ibadah - ibadah
khusus seperti salat, zakat dan sebagainya dalammelaksanakan ibadah - ibadah
umum.[6]
D. Tujuan
ibadah
Manusia, bahkan seluruh mahluk yang
berkehendak dan berperasaan, adalah hamba-hamba Allah. Hamba sebagaimana yang
dikemukakan diatas adalah mahluk yang dimiliki. Kepemilikan Allah atas
hamba-Nya adalah kepemilikan mutklak dan sempurna, oleh karena itu mahluk tidak
dapat berdiri sendiri dalam kehidupan dan aktivitasnya kecuali dalam hal yang
oleh Alah swt. Telah dianugerahkan untuk dimiliki mahluk-Nya seperti kebebasan
memilih walaupun kebebasan itu tidak mengurangi kepemilikan Allah. Atas dasar
kepemilikan mutak Allah itu, lahir kewajiban menerima semua ketetapan-Nya,
serta menaati seluruh perintah dan larangan-Nya.[7]
Manusia diciptakan Allah bukan
sekedar untuk hidup di dunia ini kemudian mati tanpa pertanggungjawaban, tetapi
manusia diciptakan oleh Allah untuk beribadahhal ini dapat difahami dari firman
Allah swt. :
تُرْجَعُونَ لَا إِلَيْنَا وَأَنَّكُمْ عَبَثاً خَلَقْنَاكُمْ أَنَّمَا أَفَحَسِبْتُمْ
Artinya
: Maka apakah kamu mengira, bahwa Sesungguhnya kami menciptakan kamu
secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?
(QS al-Mu’minun:115)
Karena Allah maha mengetahui tentang
kejadian manusia, maka agar manusia terjaga hidupnya, bertaqwa, diberi
kewajiban ibadah. Tegasnya manusia diberi kewajiban ibadah agar menusia itu
mencapai taqwa.
E. Beberapa
ketentuan pokok ibadah
Ibadah sebagaimana pendapat imam Syathibi, merupakan tujuan
yang mendasar dan maksud-maksud yang mengikuti. Adapun tujuan yang mendasar
(pokok) di dalam ibadah adalah Tawajjuh(menghadap) kepada Allah SWT
dan mengesakan-Nya dengan niat ibadah dalam setiap keadaan. Hal itu diikuti
tujuan menyembah guna memperoleh kedudukan di akhirat, atau agar menjadi
seorang di antara wali-wali Allah atau yang serupa dengannya. Termasuk
tujuan-tujuan mengikuti ibadah adalah untuk perbaikan jiwa dan mencari
anugerah. Demikian pula seluruh ibadah, semua itu mempunyai fungsiukhrawiyah,
termasuk memperoleh keberuntungan dengan surga dan selamat dari azab neraka.
Jadi, hal ini termasuk dalam arti Ar-Rajaa’(harapan) memperoleh
pahala dari Allah SWT, takut siksanya, dan merupakan bagian dari ibadah yang
tertuju kepada Tuhan semesta alam. Al-Khauf (takut) dan Ar-Rajaa’ dalam
arti ini tidak tercela, selama ikhlas karena Allah sebagaimana yang telah
dijelaskan sebelumnya.
Imam Asy-Syathibi mengatakan : salat misalnya, dasar
pensyariatannya adalah Al-Khudlu’ atau berendah diri, tunduk
kepada Allah yang disertai keikhlasan menghadap kepada-Nya, berdiri di atas
pijakan berhina dan memperkecil diri dari di hadapan Allah tanpa meninggalkan
dan selalu mengingat-Nya.
Diterima tidaknya suatu ibadah terkait pada dua faktor yang
penting.
Pertama, ibadah dilaksanakan atas dasar ikhlas.
Firman Allah SWT yang artinya :
“Katakan olehmu, bahwasanya aku diperintahkan menyembah
Allah (beribadah kepada-Nya) seraya mengikhlaskan taat kepadanya-Nya, dan
diperintahkan supaya aku merupakan orang pertama yang menyerahkan diri
kepada-Nya” (QS. Az-Zumar 39 : 11-12)
Kedua, ibadah dilakukan secara sah (sesuai petunjuk syara’
Firman Allah SWT yang artinya :
“Barang siapa mengharap supaya menjumpai Tuhannya, hendaklah
ia mengerjakan amal yang shalih, dan janganlah ia mensyarikatkan seseorang dengan
Tuhannya dalam ibadahnya itu” (QS. Al-Kahfi 18 : 110)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ibadah merupakan seluruh aspek
kehidupan. Tidak terbatas pada saat-saat singkat yang diisi dengan cara-cara
tertentu. Suatu Ibadah mempunyai nilai yaitu jalan hidup dan
seluruh aspek kehidupan dan merupakan tingkah laku, tindak-tanduk,
pikiran dan perasaan semata-mata untuk Allah, yang dibangun dengan suatu sistem
yang jelas, yang di dalamnya terlihat segalanya yang pantas dan tidak pantas
terjadi .
Manusia
diciptakan Allah bukan sekedar untuk hidup di dunia ini kemudian mati tanpa
pertanggungjawaban, tetapi manusia diciptakan oleh Allah untuk beribadah.
Karena Allah maha mengetahui tentang kejadian manusia, maka agar manusia
terjaga hidupnya, bertaqwa, diberi kewajiban ibadah. Tegasnya manusia diberi
kewajiban ibadah agar menusia itu mencapai taqwa.Hikmah dari ibadah adalah kita
dapat meningkatkan ketaqwaan tehadap Allah swt dan hidup berdasarkan apa yan
Dia perintahkan.
B. Saran
Sebagai
manusia hendaknya kita tidak melupakan hakikat dari penciptaan kita, yaitu
untuk beribadah kepada Allah swt sesuai dengan Al Qur’an dan Hadits baik dalam
ibadah mahdah (khusus) maupun dalam ibadah ghoiru mahdah (umum) dengan niat
semata-mata ikhlas untuk mencapai ridha Allah.
DAFTAR PUSTAKA
Ash-Shiddieqy,
TM. Hasbi. Kuliah Ibadah; Ibadah Ditinjau dari Segi Hukum dan Hikmah. Cet. VII; Jakarta: Bulan Bintang.
1991.
Depag.
2010. Alqur’an dan
Terjemahannya. Jakarta. Diponegoro.
Departemen
Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Qur’an. 1992.
Fauzi, Imam
Romzan. Prinsip-prinsip Ibadah. 2012
Jalah Hati. Konsep Ibadah Dalam Islam. http://jalahati. wordpress.com/013/03/02/
Muhammad,
Husein. Dari Ibadah Individual Menuju Ibadah Kemanusiaan. Cirebon. 2008.
Sodik
Muhammad. Hubungan Ibadah dan Kesalehan Sosial. http://sodikinmuhammad.blogspot.com/2011/12/
04.html ( diunduh pada Oktober
2013
[2] Depag. 2010. Alqur’an
dan Terjemahannya. Jakarta. Diponegoro. Hal. 84
[3] Ibid, hal. 523
[4] Jalah Hati. Konsep
Ibadah Dalam Islam. http://jalahati.wordpress.com/2013/03/02/ (diunduh pada bulan
Oktober 2013), hal. 2
[5] Ibid, hal.2
[6] Sodik Muhammad. Hubungan Ibadah dan Kesalehan Sosial. http://sodikinmuhammad.blogspot.com/2011/12/
04.html ( diunduh pada Oktober 2013 ),
hal.2
[7] Ibid, hal.2
0 comments:
Post a Comment